Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bolehkah Sholat di Kereta Tanpa Mukena?


Salah satu syarat sah salat adalah menutup aurat. Perempuan di Indonesia mayoritas mengenakan mukena sebagai penutup aurat ketika salat. Bagaimana hukumnya jika perempuan salat tanpa mukena?

Pada dasarnya tidak ada ketentuan baku mengenai jenis pakaian yang dikenakan perempuan saat salat. Asalkan pakaian tersebut dapat menutupi aurat sesuai standar yang dijelaskan ulama, maka boleh dan sah.

Standar penutup aurat adalah setiap hal yang dapat menutupi warna kulit,” tulis Ustadz M. Mubasysyarum Bih seperti dilansir dari laman NU Online, Kamis (31/1/2019),

Sedangkan aurat yang wajib ditutupi perempuan ketika salat, menurut mazhab Syafi’i, adalah seluruh anggota tubuhnya selain wajah dan kedua telapak tangan hingga kedua pergelangan.

Dalam kitab Ghayah al-Bayan, halaman 50, Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli menjelaskan;

“Dan wanita merdeka meski anak kecil, wajib menutupi seluruh badannya selain wajah dan telapak tangan, baik bagian luar ataupun dalam, sampai dua pergelangan tangan. Kewajiban menutupi tersebut dengan penutup yang tidak menampakan wana kulit kepada orang yang melihatnya dalam majlis perbincangan, meski dapat memperlihatkan lekuk tubuh. Adapun penutup yang tidak dapat mencegah terlihatnya warna kulit, seperti kaca, maka tidak cukup.”

Bagi perempuan, kewajiban menutupi aurat saat salat berlaku dari arah atas, seluruh arah samping, dan bukan awah bawah.

Arah atas adalah bagian tubuh di atas kepala, kedua pundak dan seluruh sisi wajahnya. Sedangkan bagian bawah adalah tempat di bawah kedua mata kaki. Sementara bagian samping adalah selain hal tersebut.

Maka, bila semisal bagian leher perempuan terlihat dari bawah kerudung, mungkin karena tersibak dari mukena saat ruku’, maka batal salatnya, sebab terlihatnya aurat bukan dari arah bawah. Dalam kasus tersebut, aurat tidak terlihat dari arah bawah, namun dari arah samping, sehingga membatalkan.

Syekh Abu Bakr bin Syatha mengatakan, khusus untuk bagian telapak kaki, tidak boleh terlihat meski dari arah bawah. Namun, bukan berarti perempuan wajib memakai kaos kaki, karena untuk menutupi bagian telapak kaki, cukup tertutupi dengan lantai.

“Benar demikian, namun cukup menutupi bagian dalam telapak kaki dengan lantai, sebab dapat mencegahnya untuk dilihat, sehingga perempuan tidak diwajibkan memakai semisal muzah (alas kaki). Jika bagian telapak kaki terlihat saat sujud atau perempuan salat di atas ranjang yang robek, dengan sekira bagian telapak kaki terlihat dari robekannya, maka hal demikian bermasalah. Maka waspadalah akan hal tersebut,” tulis Syekh Abu Bakr bin Syatha, dalam kitab I’anah al-Thalibin, juz 1, halaman 134.

Melihat beberapa referensi di atas, dapat dipahami bahwa salat tanpa mukena sebenarnya tidak masalah, asalkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana penjelasan di atas. Namun, dalam praktiknya sulit.

Sebab untuk menutupi seluruh auratnya, perempuan membutuhkan beberapa jenis penutup, misalkan di bagian kepala, bagian leher, belum lagi di bagian kaki dan bagian lainnya. Berbeda dengan memakai mukena, yang memang didesain khusus untuk salat, akan tampak lebih mudah dan simpel.

Jadi, Sholat tanpa mukena itu boleh, asalkan jilbab sudah menutupi aurat, direkomendasikan memakai jilbab yang lebar dan tidak menggunakan celana ketat.

sumber: https://nasional.okezone.com/read/2019/01/31/337/2011982/perempuan-salat-tanpa-mukena-bagaimana-hukumnya